Stasiun Tanggung terletak di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah yang merupakan bagian dari Daerah Operasi (DAOP) 4 Semarang.
Meskipun hanya merupakan stasiun kecil namun memiliki nilai sejarah
yang sangat tinggi karena merupakan salah satu stasiun tertua di
Indonesia yang mulai digunakan pada tanggal 10 Agustus 1867 ketika jalur
kereta api pertama dari Samarang - Stasiun pertama di kota Semarang
yang kini sudah terpendam menuju Tanggung sejauh kurang lebih 25 Km
dibangun oleh perusahaan NIS (Nederland Indische Spoorweg Maatschappij)
dan dibuka oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Ludolph A J W
Baronsloet van de Beele. Kini Stasiun Tanggung tidak lagi melayani
penumpang naik atau turun, tetapi hanya difungsikan sebagai stasiun
pengawas keamanan perjalanan kereta api di lintasan Brumbung - Gundih.
Tampak bangunan Stasiun Tanggung dengan
peron berupa teras yang pada bagian samping digunakan sebagai tempat
parkir. Pada sudut bangunan yang lain dibangun ruang kantor pengelola
yang berbentuk modern.
Bangunan Stasiun Tanggung yang pertama
yang dibangun tahun 1867 telah dibongkar dan pada tahun 1910 dan
dibangun kembali bangunan yang hingga kini masih berdiri dan telah
ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya berdasarkan UU Cagar Budaya
no.5 tahun 1992. Dalam renovasi tersebut terjadi perubahan bentuk atap
dari yang semula berupa kombinasi dari bentuk atap pelana pada bagian
atas dan atap jurai dibagian bawahnya menjadi bentuk atap pelana dengan
teras berkanopi dibagian depan dan overstek di bagian belakang.
Stasiun ini kecil hanya berupa bangunan
tunggal berukuran luas 8 x 20 meter2 dengan material kayu digunakan pada
semua bagian, mulai dari sebagai struktur utama, kolom, dinding, maupun
ornamennya. Ekspos struktur kayu sebagai menjadi elemen estetika yang
mirip dengan model rumah Eropa berlanggam Tudor. Penonjolan struktur
kayu terlihat pada tampak depan bangunan yang divariasi dengan list kayu
bersilang diagonal pada dindingnya. Pada bagian samping bangunan
terlihat adanya variasi gable (sofi-sofi bangunan) yang berupa susunan
papan dengan ujung berbiku-biku yang dihias dengan balok pengikat.
Elemen estetika lainnya adalah pagar teras atau tempat penitipan motor
yang berupa balok kayu berbentuk silang-silang.
Detail dinding gable atau sofi-sofi di
sisi samping bangunan dari papan kayu berderet dengan pinggiran
berbiku-biku. Bagian atas dibentuk bersusun dengan balok pengikat
berprofil mempertegas bentuk atap pelana. Emplasemen Stasiun Tanggung
hanya terdiri dari dua jalur rel (rel ganda) untuk lintasan kereta
Brumbing - Gundih. Struktur dinding kayu dengan balok silang sebagai
penguat dinding. Penonjolan struktur tersebut sebagai ornamen
mengingatkan pada karakter rumah pedesaan di Eropa bergaya Tudor.
Peron Stasiun berupa teras selebar
kurang lebih 2,5 meter dengan sederet bangku besi. Penonjolan balok kayu
penguat dinding dan jendela berjalusi menjadi pemberi karakter utama
stasiun kecil yang terpelihara dengan baik ini.
Di stasiun dengan dinding dari kayu jati
bercat putih itu, bisa dijumpai lemari kayu penyimpanan karcis era
Hindia Belanda, lengkap dengan informasi rute perjalanan kereta api. Di
belakang stasiun ini juga masih bisa dijumpai bekas rumah dinas kepala
stasiun era Hindia Belanda.
Sementara pada home page dari website
indonesianheritagerailway.com, gambar tampak depan dari lokomotif DD52
dan stasiun Tanggung dimaknai sebagai komitmen perusahaan terhadap
pelestarian aset non-bangunan dan bangunan yang bernilai sejarah. Gambar
stasiun Tanggung dipilih sebagai penanda salah satu stasiun yang
menjadi saksi dibukanya jalur kereta api pertama di Indonesia. Meski
stasiun kecil, stasiun Tanggung bermakna besar dalam sejarah
perkeretaapian di Indonesia. Gambar lokomotif uap DD52 sebagai penanda
agar jangan sampai terulang kembali punahnya salah satu aset heritage
perkeretaapian Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar